Exploring Takoyaki Delights

The Origins of Takoyaki

Takoyaki, a popular Japanese street food, originates from Osaka in the 1930s. It was created by a vendor named Tomekichi Endo, who aimed to develop a new snack that would captivate local palates. The dish is made from a wheat flour-based batter, combined with diced octopus, tempura scraps, pickled ginger, and green onions, which are cooked in a unique, spherical pan that gives takoyaki its distinctive shape. The spherical form not only makes it visually appealing but also enhances the flavor, allowing the ingredients to meld together beautifully during the cooking process.

In its early days, takoyaki was a modest street food, sold from food stalls throughout the streets of Osaka. Its popularity quickly surged, leading to its establishment as a staple of Japanese cuisine. Traditionally, takoyaki was enjoyed as an evening snack, and it reflected local ingredients and preferences. The combination of seafood and savory batter appealed widely and gave rise to variations across the country. As the dish gained popularity, numerous versions emerged, with chefs adding their own twists, such as different toppings or fillings. This adaptability highlights takoyaki's role in the evolving narrative of Japanese culinary culture.

Exploring Japan Through Takoyaki Delights

Discover the origins and art of making takoyaki, the beloved Japanese street food originating from Osaka. Learn about its rich history, variations across Japan, and its place in contemporary cuisine. From traditional recipes to innovative modern twists, explore how this iconic dish has captivated taste buds both in Japan and around the world. Perfect for food lovers wishing to delve into the culinary culture of Japan!

Indonesia terus memperkuat diplomasi budaya dengan Kamboja guna memperkokoh kerja sama dan hubungan antara kedua negara.

Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Ani Nigeriawati saat memberikan kuliah umum di Royal University of Fine Arts, Phnom Penh, Kamboja, Rabu, mengatakan upaya meningkatkan hubungan kedua negara dilakukan dengan melibatkan partisipasi dan interaksi antarwarga kedua negara (people to people contact) untuk saling memahami.

 

Untuk itu, negara memfasilitasi dengan serangkaian kebijakan dan berbagai program, kata Ani di hadapan mahasiswa universitas seni tertua di Kamboja tersebut.

 

Ani menjelaskan bahwa Indonesia memiliki serangkaian program beasiswa yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kamboja untuk lebih mengenal Indonesia. Tidak hanya bidang pendidikan namun juga terdapat beasiswa kebudayaan.

 

Ani mencontohkan program Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) yang diinisiasi oleh Kementerian Luar Negeri sejak 2003. Saat ini terdapat lebih dari 1.071 alumni yang tersebar di 84 negara.

 

Kamboja merupakan salah satu negara dengan alumni terbanyak yakni 24 orang. Untuk itulah, Kamboja terpilih sebagai tuan rumah BSBI 2024 sekaligus menjadi negara pertama diadakannya pertemuan alumni (refresh program).

 

“Ini (program pertemuan alumni) sekaligus untuk mempromosikan diplomasi budaya yang lebih kuat dengan Kamboja, dan ini sudah menjadi bagian dan komitmen dari Presiden,” katanya.

 

Melalui program alumni penerima BSBI tersebut, ia berharap diplomasi budaya yang terjalin menjadi semakin kuat.

Sementara itu, penguatan diplomasi budaya Indonesia di Kamboja juga dilakukan dengan berbagai cara, termasuk dengan kuliner (gastronomi diplomacy), gaya busana dan film.

 

Menurut dia, film menjadi salah satu tema yang menarik untuk dikembangkan. Hal ini mengingat film Indonesia terutama film horor populer di Kamboja.

 

Untuk itu, ada rencana untuk membuat festival film dan makanan di negara seribu candi tersebut pada 2025, katanya.

Sementara itu, antusiasme mahasiswa Royal University of Fine Arts untuk mengenal Indonesia sangat tinggi. Saat sesi pertanyaan diberikan, para mahasiswa tidak sungkan untuk bertanya.

 

Pertanyaan-pertanyaan terkait budaya Indonesia, film Indonesia, dan juga cara mendapatkan beasiswa diajukan oleh para peserta kuliah umum.

 

Para peserta bahkan secara serentak mengatakan film asal Indonesia berjudul Vina sebagai film horor populer saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ani. Film “Vina” disutradarai oleh Anggi Umbara dan dirilis awal Mei 2024 di Indonesia.

 

Dalam kesempatan tersebut juga diwarnai dengan pertunjukan singkat tari kecak oleh penerima penerima Beasiswa Budaya dan Seni Indonesia 2024.

 

Antusiasme peserta juga tergambar saat pertunjukan singkat tari kecak yang dilakukan oleh para penari dari empat negara tersebut. Suara cak, cak, cak yang berirama untuk mengiringi tari kecak terdengar dari para mahasiswa peserta kuliah umum.

 

Dalam kesempatan tersebut, Wakil Rektor Royal University of Fine Arts San Phalla mengatakan peningkatan dan penguatan kerja sama Indonesia dan Kamboja di bidang pendidikan, seni dan budaya merupakan salah satu agenda 65 tahun perayaan hubungan kedua negara.