CNNIndonesia.com, Kami datang tanpa membawa proposal, tanpa formulir survei, tanpa daftar pertanyaan yang harus dijawab. Yang kami bawa hanyalah waktu dan keinginan tulus untuk mendengarkan. Mereka membuka cerita bukan karena diwawancarai, tapi karena merasa tak dihakimi. Di atas tikar anyaman yang mulai rapuh, kami jadi saksi kekuatan diam-diam yang terus bertahan.
Seorang ibu bercerita tentang anaknya yang harus berjalan belasan kilometer untuk sekolah. Seorang petani menatap sawah kering yang belum lagi panen. Tak ada kemarahan dalam nada suara mereka, hanya kenyataan yang diulang hari demi hari. Tak ada yang mencatatnya sebagai headline, tapi mereka terus menjalani, dan kami—untuk pertama kalinya—mendengar cerita itu tanpa buru-buru menilai.
Kami belajar bahwa tak semua keluh butuh tanggapan, dan tak semua cerita minta diselesaikan. Kadang yang dibutuhkan hanya diam yang tulus. Diam yang mengizinkan mereka merasa didengar, bukan diperiksa. Kami tak menawarkan jalan keluar—karena yang mereka butuhkan bukan solusi cepat, melainkan pengakuan bahwa mereka ada.
Kami pulang dengan catatan di kepala, bukan di clipboard. Tak semua kami tulis, karena tak semua pantas untuk dikomersialkan. Tapi kami ingat nama-nama mereka. Wajah-wajah mereka. Kami datang bukan untuk jadi penengah, apalagi penyelamat. Kami datang untuk duduk, mendengar, dan membawa pulang rasa hormat untuk mereka yang tetap berjalan meski tak pernah disorot.